December is the best month of the year. Beside Santa Clause
is coming to town, you can also smell the holiday cheer in the air. Sebenarnya
liburan setelah semester genap (sekitar bulan Juni) memang lebih lama, bisa
hampir 3 bulan, namun dipertengahan liburan tersebut ada jadwal Semester
Pendek, sehingga rasanya nanggung kalau mau travelling. Alhasil kami memutuskan
untuk travelling pada liburan semester ganjil.
Kami sudah merencanakan travelling perdana kami sejak bulan
Juli. Mulai dari mencari destinasi yang dekat dengan Palembang, hingga berburu
tiket transportasi yang hendak digunakan. Seharusnya rencana kami sudah
benar-benar matang kan? Namun, kami baru benar-benar membicarakan hal ini seminggu
sebelum keberangkatan (3rd semester got me so insane tho). Akhirnya kami
memutuskan untuk travelling ke BANDAR LAMPUNG!
Perjalanan ke Bandar Lampung kami lakukan dengan menggunakan
kereta api karena harganya yang cukup murah, maklum statusnya masih mahasiswa. Hanya
dengan Rp 32,000 (ditambah Rp 7,500 jika melakukan transaksi di Indomaret) kamu
sudah bisa melakukan perjalanan dari Stasiun Kertapati Palembang hingga ke
Stasiun Tanjung Karang Bandar Lampung. Perjalanan dimulai pukul 8.30 WIB dan
memakan waktu hingga 12 jam.
Berpergian menggunakan kereta api memang ada enak dan
tidaknya. Enaknya ya harganya cukup terjangkau dan tidak ada macet ataupun delay.
Selain itu kereta api juga sudah ber-AC dan ada colokan buat nge-charge
handphone (ini yang paling penting sih hahaha). Tidak enaknya ya jelas waktu
tempuh yang cukup lama dan juga suasana yang sedikit kurang nyaman. Kursi
kereta api yang sedikit kurang empuk dan sempit membuat aku pribadi kurang menikmati
perjalanan. Untuk mengakalinya kamu bisa menyewa bantal yang disediakan oleh
pihak kereta api dengan biaya Rp 10,000. Jika kamu berpergian disaat libur
sekolah, kamu harus siap-siap dengan suasana dimana ada suara anak-anak yang
menangis atau berteriak ya. But it’s okay as long as you have earphone.
Sepanjang perjalanan aku menonton drama korea atau membaca novel sambil
mendengarkan lagu. Selain itu juga sepertinya setiap 15 menit sekali, petugas
kereta api menjajakan makanan dan minuman. Mereka menjual nasi goreng dan nasi
ayam dengan harga Rp 18,000, Pop Mie dengan harga Rp 7,000, dan minuman seperti
teh melati dan kopi dengan harga Rp 10,000. Akhirnya kami sampai di stasiun
Tanjung Karang sekitar pukul 20.00 WIB dan dijemput oleh Mas Iqbal, orang dari
hostel tempat kami menginap. Kami langsung menuju Flip Flop Hostel dan
beristirahat (review mengenai Flip Flop Hostel bisa dibaca disini).
Terlihat bukit-bukit dari atas Fly Over yang berada di tengah kota |
Hari kedua di Bandar Lampung kami mulai dengan sarapan di
Mie Ayam Atet yang terletak tidak jauh dari tempat kami menginap. Seporsi mie
ayam dibandrol dengan harga Rp 14,000. Sekitar jam 9.00 WIB kami dijemput oleh
mas Iqbal dan menuju destinasi pertama kami, yaitu Pantai Sari Ringgung yang
terletak di Kabupaten Pesawaran. Waktu tempuh yang dibutuhkan sekitar 1 jam
dari tempat kami menginap dengan jarak 24 km. Sesampainya di gerbang masuk
Pantai Sari Ringgung, kami membayar tiket masuk sebesar Rp 10,000 / orang dan
biaya parkir mobil sebesar Rp 10,000.
Ternyata dari Pantai Sari Ringgung kita bisa menyebrang ke
Pasir Timbul dengan menyewa kapal sebesar Rp 135,000 dan membayar biaya
kebersihan sebesar Rp 10,000. Kami memustuskan untuk menyebrang karena melihat Pantai
Sari Ringgung yang kurang menarik. Waktu tempuh menuju Pasir Timbul hanya
sekitar 10 menit. Sesampainya di Pasir Timbul, kami terkejut bukan main. Ternyata
Pasir Timbul hanyalah “pasir yang timbul” hahaha. Pasir Timbul sebenarnya
sebuah gundukan pasir yang muncul di tengah laut saat air surut sehingga waktu
yang pas untuk datang kesini adalah saat pagi hari ketika air masih surut.
Karena kami berencana ke pantai hanya untuk bermain di pinggiran pantai dan
tidak berpikiran untuk menyelam ke laut (our parents forbade us to dive due to
the bad weather), kami menggunakan outfit yang tidak pas untuk menyelam dan
tidak membawa baju ganti. Tapi sangat disayangkan kalau sudah menyebrang namun
hanya melihat Pasir Timbul dari dermaga, sehingga kami memutuskan untuk turun
ke laut! Alamat salah kostum hahaha! Kami langsung meletakan barang bawaan kami
di pondok-pondok yang ada disana. Untungnya ada mas Iqbal yang bisa menjaga
bawaan kami hehe.
Tidak ada sedikit pun penyesalan yang aku rasakan ketika ‘nyebur’
ke laut dan berjalan ke arah Pasir Timbul. Pasirnya masih sangat putih dan air
lautnya benar-benar jernih, sehingga ikan-ikan dan terumbu karang masih bisa
terlihat. Disini rasanya puas banget kalo selfie sampai 360°, karena dimanapun
kamu selfie viewnya bagus semua! Selain selfie, kamu juga bisa selonjoran
sambil main-main pasir atau lari-larian sama teman juga seru! Sayangnya, aroma
laut disini kurang tercium L.
Sesudah puas main air dan pasir, kami kembali ke dermaga dan
sesampainya di pondok seorang petugas menghampiri kami dan meminta biaya sewa pondok sebesar Rp 100,000. Sedikit
merasa dijebak sih, karena tidak ada tanda atau spanduk pemberitahuan bahwa
pondok tersebut tidaklah gratis. Namun apa boleh dibuat, kami sudah terlanjur
menggunakan pondok tersebut. Kami menyantap nasi padang yang kami bawa sambil
mengeringkan pakaian kami.
Sesampainya di Pantai Sari Ringgung, kami tidak langsung
pulang. Kami menaiki bukit kecil untuk melihat pemandangan Pantai Sari Ringgung
dari atas. Pantai Sari Ringgung is way much prettier from up there. You can see
the hills, beach, and the islands across. Sayangnya, masih banyak ditemui
sampah didekat semak-semak. Please, put the trash where it belongs L.
Sesudah puas melihat-lihat, kami memutuskan untuk turun dan kembali ke hostel. That’s all for Day 1 and Day 2. Untuk Day 3 bisa dibaca di post selanjutnya ya.
Xx,
Meitha.
No comments:
Post a Comment